My Dear Husband (Part 3)

Mentari bersinar menandakan pagi telah tiba. Tak terasa dua bulan telah berlalu. Kehidupan keluarga mereka berjalan dengan baik dan tenang. Walau ada sedikit debat beda pendapat antara mereka.
Seperti waktu itu Davin melihat tangan Charice terluka di lengannya. Ketika ditanya dia terkena cipratan minyak panas saat menggoreng ikan. Saat itu Davin marah kepada Bi Ina karna mengijinkan Charice melakukan pekerjaan rumah. Tapi Charice bersikeras untuk tetap dia yang mengambil alih bagian dapur. Karna sesuai kesepakatan mereka waktu akan menikah bahwa Charice tidak suka diatur dan dia ingin bebas. Dan akhirnya Davin menyetujuinya dengan syarat kalau Charice tidak boleh terlalu fokus dengan urusan dapurnya sehingga menelantarkan suami juga kuliahnya. 
---
Charice POV
Hari ini hari libur alias tanggal merah. Aku berencana ingin mengajak Davin dan Ega jalan2. Sekalian aku ingin mendekatkan Davin dengan Ega. Aku kasihan dengan Ega yang sering dicuekin sama Papa nya sendiri.
"Kalian aja yang pergi. Aku mau lanjut ngerjain kerjaan aku di ruang kerjaku" tolak Davin dengan usulku.
"Sekali-kali Davin, kita jalan2 bareng. Kata Ega kamu gak pernah mau di ajak jalan2. Kamu gak kasihan dengan anak kamu sendiri?"
"Buat apa aku kasihan dengannya? Dia kan anak yang berkecukupan. Bukan kekurangan." jawabnya enteng.
"Dia kekurangan. Kekurangan kasih sayang dari kamu, Papanya."
"Tahu apa kamu soal kasih sayang?"
"Maksud kamu apa? Tanya ku bingung.
"Asal kamu tahu, aku bercerai dengan mantan istri ku dulu, itu karena dia gak mau mengakui Ega itu anaknya. Sedangkan Ibunya saja tidak mengakuinya apalagi aku!" jelasnya.
"Kamu gak boleh ngomong gitu. Biar bagaimana pun Ega itu anak kamu!"
"Terserah. Cukup dengan aku membiayai segala Keperluannya itu sudah lebih dari cukup buat ku. Kamu gak usah ngatur2 apalagi maksa aku buat menyayangi anak itu. Camkan itu.!" katanya sambil berlalu keluar kamar.
Jadi itu alasan Davin selama ini menjaga jarak dengan Ega. "Davin.. Kita belum selesai bicara!!" teriakku. Tapi dia tidak mempedulikan ku dia langsung saja masuk ke ruang kerjanya.
"Non, non gak apa?" Bi ina menyapa ku dengan nada prihatin dan kasihan. Yah, Bi Ina memang tidak memanggilku Nyonya lagi karna aku yang meminta nya.
"Gak bi, saya gak 'papa"
"Non mau Bibi buatin teh?" tanya nya hati2. Ini adalah kali pertama Bibi melihat kami bertengkar sampai di luar kamar.
"Gak usah Bi. Oh ya Bi. Saya mau keluar dulu sama Ega. Kalau Bibi mau ke pasar jangan lupa buat beli ikan, daging dan sayuran segar ya Bi."
"Baik non. Bibi ke belakang dulu" pamitnya.
Tok tok
"Ega.."
"Eh, mama.."
"Lagi apa sayang?"
"lagi main lego ma"
"Kita jalan2 yuk.. Tapi cuma kita berdua aja gak 'papa yah sayang. Papa lagi sibuk"
"Beneran mama mau ajak Ega jalan2? Ega mau ma. Gak 'papa kok kalau hanya kita berdua" jawabnya antusias
"Ya udah kamu siap2 mama tunggu di bawah yah."
"Okk ma!"
Dengan diantar supir kami pergi ke sebuah Mall yang katanya milik Davin. Sebelumnya aku pamit dengan Davin kalau aku akan membawa Ega jalan2 ke Mall dan dia yang menyarankan untuk mendatangi salah satu Mall nya. Ega sangat excited sepanjang perjalanan dia sangat senang karna ini adalah kali pertama dia jalan2 katanya.
"Maaf Nyonya nanti den Ega gak boleh terlalu capek. Kakinya bisa bengkak dan kesakitan kalau kecapekan." pesan Pak Aswin
"Iya pak akan saya ingat. Ega, ayo sayang!"
"Nyonya! Nanti bila kaki nya den Ega sakit Nyonya bisa telpon saya biar swn Ega saya gendong ke mobil." katanya lagi
"Iya pak. Kami pergi dulu"
Pertama aku mengajak Ega ke dunia permainan yaitu Timezone. Dia senang sekali melihat semua yang dilihatnya hari ini. Memang di awal tadi dia sempat takut karna tidak terbiasa. Dengan sedikit rayuan akhirnya dia mau juga.
Setelah capek bermain kami berbelanja sedikit pakaian dan keperluan Ega sekolah. Tidak lupa aku jyga membelikan Davin pakaian.
Selama 3 jam kami berbelanja sudah 5 kali kami duduk istirahat. Aku takut dia kenapa-napa. Dan setelah dirasa kakinya sudah mendingan kami melanjutkan acara belanja kami. Aku membeli banyak barang khususnya untuk keperluan di rumah. Juga tak lupa untuk membeli buahan dan cemilan.
"Ma, Ega mau ice cream dong!" pinta Ega saat kami akan membayar di kasir.
"Boleh. Ega ambil aja mau yang mana."
Selama aku masih membayar Ega aku suruh duduk di kursi tunggu dekat kasir sambil memakan ice cream nya.
"Ma kita pulang aja yuk, kaki Ega agak sakit!" keluh nya
Aku pun dengan panik menelpon Pak Aswin untuk menjemput kami ke dalam. Dan kami segera menuju ke rumah sakit.
---
"Jadi gimana dok dengan kaki anak saya?"
"Tidak ada yang perlu di khawatirkan. Semua baik2 saja kok." jelas dokter Clara. 
"Beneran gak ada yang perlu di khawatirkan dok? Dia kesakitan dok?"
"Gak 'papa Bu. Malah saya melihat Ega baik2 saja. Wajahnya juga gak terlihat pucat."
"Ega beneran gak 'papa? Jangan bohong sama mama!"
"Beneran ma kaki Ega udah gak sakit lagi. Ega juga heran, biasanya sakit banget tapi kali ini gak sesakit yg biasanya. Iya kan dok!?"
"Iya. Ibu tidak perlu khawatir. Ega baik2 saja. Saya yakin pasti ini berkat Ibu yang merawatnya. Sudah 5 tahun saya yang merawat Ega kalau kakinya kumat. Tapi baru kali ini saya melihat Ega sesehat ini. Saran saya lanjutkan pengobatan yg Ibu berikan selama ini." jelas sang dokter.
"Tapi saya gak ada ngasih pengobatan apa2 dok?" pengobatan apaan? Ngerti obat aja nggak.
"Oh ya? Kalau begitu pasti Ibu mengontrol makanan Ega?" tanya dokter
"Kalau makanan sih memang iya dok. Tapi itu juga makanan yg wajar kok, dok. Seperti buah sayur juga ikan dan susu"
"Nah, disitu pengobatan nya Ibu. Dari makanan yg seimbang dan bergizi. Lanjutkan terus yah Ibu."
"Ooh begitu. Kalau begitu terima kasih yah dokter."
"Hmm, satu lagi Bu. Untuk obatnya Ega saya rasa Ibu tidak perlu memberinya sekarang karna sudah tidak terlalu sakit lagi. Lebih baik oleskan saja dengan minyak kelapa. Tidak perlu diurut."
"Baik dok. Akan saya laksanakan. Sekali lagi terimakasih Dokter."
Sesampainya di rumah Ega langsung istirahat di kamarnya. Tak lupa aku mengoleskannya minyak kelapa sesuai saran dari Dokter Clara.
Aku berharap semoga Ega bisa sembuh. Dan Davin mau untuk menyayangi Ega.
***
Davin menatap heran pada belanjaan Charice. Dia tidak menyangka kalau istrinya itu mau membelikan dia beberapa pakaian. Sebab dari mantan pacar dan mantan istrinya dulu setiap diberikan kartu kredit pasti mereka akan membelanjakan hanya untuknya saja tanpa pernah mengingat dirinya. Tapi Charice beda. Malah kalau dilihat barang miliknya hanya sedikit.
"Tadi kakinya Ega kumat lagi" kata Charice memulai membuka percakapan mereka di atas tempat tidur sebelum tidur.
"Hhmm" jawab Davin sekenanya.
"Cuma hhmm? Kamu gak mau nanya perkembangannya gitu?"
"Buat apa? Toh sudah ada kamu"
Charice hanya bisa diam kalau Davin sudah ngomong begitu. Percuma kalau emosi dibalas emosi juga. Dia sadar kalau Davin tidak suka dengan topik ini. Dia akan berusaha sekuat tenaga nya untuk menyatukan kembali ayah-anak ini. Mereka pun memutuskan untuk mengakhiri percakapan dan tidur.
---
Charice POV
Pagi ini seperti biasa aku melakukan kegiatan pagiku dengan menyiapkan sarapan. Aku memasak nasi goreng telur mata sapi dan tak lupa dengan susu coklat kesukaannya. Aku juga sudah menyiapkan bekal buat Ega.
"Pa ayo kita sarapan bareng.!" sapa Ega pada papa nya, tapi Davin hanya melengos saja tidak memperdulikan ajakan anaknya.
"Davin, mari kita sarapan."
Aku buru-buru" jawabnya. Aku jadi sedikit tidak enak dengan Ega karna Davin hanya mau menjawab omonganku saja.
"Kalau begitu tunggu. Aku buatin kamu bekal buat makan di kantor. Kamu jangan pergi dulu." kata ku sambil membuatkan bekal buat Davin.
"Kamu tuh yah. Bisa gak sih kalau Ega ngomong tuh di sahutin? Gak susah kok cuma menjawab 'gak bisa papa buru-buru'"
"Gak. Dan sampai kapan pun nggak!" katanya
"Kamu tuh yah. Sedikit aja kamu kaaih perhatian kamu ke Ega." ucap ku yang sudah hampir emosi.
"Sudah berapa kali aku bilang, aku gak akan pernah mau sudi menganggap dia adalah anakku! Ibunya saja tidak mau menganggap dia itu anaknya. Apalagi saya"
"Davin kamu it.." ucapanku terhenti karna aku tidak sengaja melihat Ega berdiri di pojok ruang ramu tempat kami berdebat. Aku yakin Ega pasti mendengar ucapan kami.
Davin pergi begitu saja tanpa merasa bersalah dengan ucapannya barusan.
Keterlaluan!
"Ega.. "
"Ega gak 'papa kok ma. Mungkin papa memang gak suka dengan Ega karna fisik Ega seperti ini dan Ega juga di sekolah gak pernah dapat juara." kata Ega merendah. Aku tak mampu menahan air mataku. Aku menangis sambil memeluknya.
"Mama jangan nangis. Ega gak 'papa kok. Ega udah biasa liat papa seperti itu." sungguh aku gak tau hati anak ini terbuat dari apa dan siapa yang mengajarkan dia untuk selalu sabar dan rendah hati. Sungguh dia adalah malaikat.
"Iya sayang. Mama gak nangis lagi kok."
"Mama janji yah jangan pernah ninggalin Ega ya ma! Soalnya cuma mama yang sayang dan perhatian sama Ega." pintanya.
"Iya sayang, mama janji!" mana sanggup mama ninggalin kamu sayang.
"Ya udah. Ega udah siap? Kita berangkat sekolah sekarang, yuk"
---
Author POV
Setelah mengantar Ega ke sekolah Charice pulang ke rumah, siap2 ke campus untuk bimbingan skripsi dengan dosen pembimbing.
Setiap siang jika tidak terlalu sibuk biasanya Charice ikut menjemput Ega pulang sekolah.
"Ups, sory GAK SENGAJA" kata seorang anak yg bernama Hengki dengan sengaja menyenggol tongkat Ega sehingga Ega terjatuh sambil tertawa cekikikan. Sementara anak2 yang lain menertawainya.
"Lagian kamu sih, punya kaki kok ada tiga. Iya gak teman2" kata Ando anak yg lain. Dan yg lainnya pun mengiyakan ucapan Ando.
"Kalian kenapa sih? Aku kan gak pernah jahat sama kalian. Kenapa kalian ganggu aku terus sih?" kesal Ega sambil berusaha berdiri tapi dia terjatuh lagi sehingga teman2nya menertawakan dia lagi.
"Heh, kalian itu apa-apaan sih? Beraninya sama yg lemah. Pengecut!" bela Aurel.
Aurel termasuk anak yg pemberani. Dia selalu saja marah apabila ada temannya yang kena bully. Tak perduli walau pada akhirnya dia harua dimarahi guru karna dia melakukan yang benar.
Semua anak pada diam tidak ada yg berani menjawab ucapan Aurel. Dan meninggalkan Ega dan Aurel di koridor sekolah. Aurel yg melihat Ega kesusahan berdiri pun membantunya berdiri. 
"Kamu gak 'papa?" tanya Aurel.
"Aku gak 'papa. Makasih yah. Kamu hebat!"
"Biasa aja." kata Aurel merendah.
Mereka jalan bersama menuju parkiran tempat biasa anak2 menunggu jemputannya masing2.
"Mama!" sapa Ega begitu melihat Charice.
"Hai, ini siapa?"
"Aurel tante. Kita satu kelas. Tante, Edgar tadi abis di bully sama teman2 yg lain. Tapi tante tenang aja Aurel tadi bantuin kok!" adu Aurel pada Charice.
"Ega..?" tanya Charice minta penjelasan pada Ega.
"Semua baik2 aja kok ma. Ega gak 'papa" jawab Ega.
"Ya udah tante Aurel pulang dulu, udah di jemput" pamit Aurel.
"Oh, iya makasih ya Aurel!"
Melihat Ega yg terus melihat je arah Aurel dengan iseng Charice menggoda Ega. "Cie, siapa tuh?  Diliatinnya sampai segitunya.."
"Mama apaan sih? Kita pulang yuk, ma. Ega capek. Mama masih ke Campus lagi?"
"Nggak. Mama lanjut ngerjai tugas mama di rumah aja. Ya udah ayo pulang"
Di rumah, setelah masak mereka berdua -Charice dan Ega- makan siang bersama sambil bercakap-cakap.
"Jadi, tadi siang Ega diapain sama teman2 Ega?" tanya Charice.
"Ega diledekin karna fisik Ega, ma."
"Ega salut dengan keberanian Aurel. Ega pengen seperti Aurel." kata Ega.
"Ega bisa kok seperti Aurel. Selama Ega benar Ega gak usah gentar. Yang penting Ega gak usah cari gara2 dengan teman yang lain. Oke!"
Oke ma"
---
Malam hari setelah Ega selesai belajar, dia merapikan bukunya dan menyiapkan peralatan untuk sekolah besok. Setelah selesai dia turun ke bawah untuk mengambil minum, sedangkan Charice merapikan buku2 serta laptop nya untuk dibawa ke kamarnya nanti.
Saat Charice ingin menyusul Ega dia tak sengaja mendengar suara keributan di bawah.
Ega tidak sengaja bertabrakan dengan Papanya saat balik badan sambil membawa gelas berisi air dan pecah.
"Astaga,, kamu punya mata gak, sih? Udah punya tiga kaki masih aja nabrak2 jalannya." Omel Davin.
"Maaf, Pa. Ega gak sengaja."
"Kalau sampai kaki saya kena pecahan gelasnya gimana? Kamu mau tanggung jawab, hah?"
"Maaf, Pa" kata Ega dengan suara bergetar. Kaki dan tangannya gemetaran dia baru kali ini melihat papanya seemosi ini.
"Kamu harus dihukum!" putus Davin. "Ayo ikut! Supaya kamu kapok dan lebih hati2 lagi."
"Pa, Ega mau di bawa kemana, Pah?"
"Malam ini kamu tidur di luar!"
"Tunggu..!"
Mendengar ada yang berani menentangnya, Davin menoleh ke belakang dan ternyata disana sudah berdiri seorang wanita, Charice.
"Kamu mau bawa Ega kemana? Dia anak aku. Kamu jangan macam2. Aku yang merawatnya jadi kamu gak berhak menghukumnya."
"Kamu ngomong apa? Dia bukan anak kamu! Seharusnya kamu tuh bersifatlah layaknya ibu tiri pada umumnya. Kamu tidak perlu repot2 mengurusnya."
"Jaga bicara kamu, aku menyayanginya seperti anak kandungku sendiri! Ingat, kamu jangan terlalu mencampuri urusan aku!" tegas Charice.
"Ayo sayang kita ke kamar!" Charice pun mengajak Ega ke kamar. Di kamar, Ega hanya menangis dalam diam. Dia tidak mengeluarkan suara dan sepatah kata pun.
"Ega, omongan Papa tadi jangan di dengerin yah sayang. Ega anak mama." bujuk Charice.
Ega hanya diam. Dan akhirnya tertidur. Setelah Charice menemani Ega sampai tidur dia pun kembali ke kamarnya.

Charice menatap tajam pada Davin. Perbuatan Davin sudah kelewatan batas. Dia harus secepatnya menyelesaikan ini. Harus. Itu tekatnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

My Dear Husband (Part 4)

My Dear Husband (Part 2)